Grit or Quit?

by ErickIskandar


Posted on 08-Jun-2023



Kita tentu familiar dengan pepatah dari Vince Lombardi ini:

Winners never quit & Quitters never win” – yang mengingatkan akan pentingnya kerja keras, pantang menyerah dan terus bertekun untuk tidak berhenti mengejar tujuan. Well, benarkah “Pemenang” itu tidak pernah “berhenti”?

 

Kapan perlu "Gritty" dan kapan perlu "Quit?"

 

Pada Oktober 1974, terjadi pertandingan tinju kelas berat “Rumble in The Jungle” antara Muhammad Ali vs George Foreman yang akhirnya dimenangkan oleh Muhammad Ali. Pada saat itu, Ali berusia 33 tahun dan telah mengantongi 46 kali pertandingan profesional. Ia berhadapan dengan Foreman yang secara fisik lebih muda, lebih besar, lebih kuat dan tidak pernah terkalahkan. Sebelum menuju pertandingan tsb, Ali telah menghadapi berbagai kesulitan dalam perjalanan hidupnya. Ia pernah dihukum tidak boleh bertanding selama 3,5 tahun karena menolak ikut serta di perang Vietnam. Setelah itu, ia harus berjuang selama 4 tahun dalam karir tinju profesional sampai akhirnya ia mendapat kesempatan melawan Foreman.

 

Ali vs Foreman

 

 

Muhammad Ali adalah simbol kesuksesan dari “Grit” (gairah / semangat dan ketekunan untuk meraih tujuan jangka panjang). Ia telah berjuang dalam ketekunan dan meraih kesuksesannya. Namun kisahnya tidak berhenti sampai disini.

 

Ali meneruskan track record bertandingnya selama 7 tahun lagi. Dari 1975 sampai Desember 1981, ia terus bertanding, kendati tubuhnya berkali-kali memberi sinyal untuk berhenti. Tahun 1977, teman-teman Ali dan para wartawan mendapati bahwa ia mengalami penurunan fisik maupun mental dan memohon ia untuk berhenti, namun Ali tetap menolak.

 

Setelah ia menang dari Earnie Shavers melalui pertandingan brutal selama 15 ronde, Madison Square Garden mengumumkan bahwa mereka tidak mau lagi menerima pertandingan yang melibatkan Muhammad Ali – mengingat kondisi fisiknya yang semakin rentan. Tahun 1978, ia kehilangan gelar dari Leon Spinks yang baru mengantongi pengalaman 7 kali bertanding. Tahun 1980, dalam pengawasan medis yang ketat, ia bertanding melawan Larry Holmes di Nevada dan kembali mengalami kekalahan dan luka fisik yang cukup serius – sampai-sampai Holmes yang menjadi pemenang pun menangis karena tidak tega. Tahun 1981 ia kehilangan ijin bertanding di Amerika, namun ia meneruskan bertanding di Bahama dan kemudian kalah lagi. Ia bersikeras terus aktif bertinju sampai menjelang usia 40 tahun.

 

Setelah itu, ia mengalami kerusakan sistem saraf yang serius. Perjalanan karir Muhammad Ali setelah kemenangannya melawan George Foreman menjadi salah satu faktor penyebab penyakit Parkinson yang ia derita di tahun 1984. Andaikan ia berhenti setelah kemenangannya melawan Foreman, bisa jadi jalan hidupnya akan berbeda.

Kekuatan “Grit” yang membawa kesuksesan bagi seorang Muhammad Ali atas Goerge Foreman ternyata juga bisa berdampak pada kegagalan-kegagalan yang ia alami berikutnya.


 

Kita perlu tau kapan waktunya untuk menjadi “Gritty” (bertahan untuk bertekun menghadapi kesulitan) dan kapan waktunya untuk “Quit” (berhenti, melepas, dan merelakan).

 

Bagaimana keputusan dalam karir kita selama ini? Apakah kita sudah bertekun dalam hal yang tepat? Apakah kita sudah melepas apa yang memang tidak layak untuk diperjuangkan?

 

Seringkali orang mengganggap bahwa kita “berhenti terlalu cepat”, padahal sebenarnya kita “berhenti tepat pada waktunya”.

 

grit or quit

 


 

Steven Levitt penulis buku Freakonomics melakukan penelitian sederhana pada tahun 2013 perihal keputusan “bertahan” atau “berhenti” terkait keputusan-keputusan besar dalam hidup orang-orang. Dari hasil penelitiannya ia menyimpulkan bahwa orang-orang yang memutuskan untuk “Quit” ternyata lebih berbahagia dalam menjalani kehidupan mereka di fase berikutnya. Ia menyatakan bahwa seringkali orang terlalu banyak pertimbangan dalam memutuskan.

 

Jika keputusan yang harus diambil adalah perkara besar dan signifikan dalam hidup antara “stick” atau “quit”, seringkali “Quit!” adalah keputusan yang lebih baik. Semakin lama kita bertahan pada suatu kondisi yang sudah tidak layak lagi, semakin kita mengalami akumulasi kerugian yang akan semakin menjebak dan mempersulit kita untuk bisa melepas dan berhenti.

 

Bayangkan jika anda mengendarai mobil dan kemudian stuck karena macet, dan anda memliki kesempatan untuk keluar dari jalur macet tsb dan melalui rute lain yang lebih cepat, tentu anda akan mengambil keputusan beralih rute kan? Seringkali keputusan “Quit” yang kita ambil justru bisa membawa kita pada tujuan hidup yang lebih besar dengan lebih cepat.

 

 

Success doesn’t lie in sticking to things. It lies in picking the right thing to stick to, and quitting the rest” – Annie Duke –

 

  

Semoga kita memiliki keberanian untuk bertahan pada hal yang benar, memiliki kerelaan hati untuk melepas apa yang tidak layak, dan memiliki kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaan diantara keduanya.

 

 

Reference:

The Strategic Power of Quitting by Annie Duke